Satu Lagi, Dosen Tadris IPS IAIN Kudus Prof. Moh. Rosyid Dikukuhkan Menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam

Blog Single

Kampus (21/8/2024) – Dosen Tadris IPS IAIN Kudus, Prof. Dr. Moh. Rosyid, M.Pd., M.Hum., dikukuhkan menjadi Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam oleh Rektor IAIN Kudus pada Hari Rabu, 21 Agustus 2024 di Laboratorium Terpadu IAIN Kudus. Pada upacara pengukuhan jabatan Guru Besar, Prof. Rosyid menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul “Akulturasi Budaya Religi Kontribusinya dalam Menumbuhkan Sikap Moderat di Tengah Skisma dalam Islam”.

Prof. Rosyid, begitu ia biasa disapa, menyampaikan bahwa kebudayaan sebagai hasil kreasi manusia, apapun etnis, suku, ras, dan agamanya memiliki karakter responsif terhadap dinamika di lingkungannya. Hal ini dikenal istilah akulturasi budaya yang menjadi penyebab kebudayaan dinamis dan lestari. Dinamika ini, kebudayaan semakin lentur karena ada syariat yang dilestarikan dalam forum budaya (disyariatkan membaca sholawat, ditradisikan dalam membaca syirah nabi dalam kitab Al-Barzanji).

Menurut Prof. Rosyid, kombinasi antara syariat dengan kebudayaan terkadang kebudayaan mendominasinya. Kebudayaan dapat pula sebagai media toleransi bila pelaku budaya memiliki sikap tidak apatis dalam melestarikan kebudayaan.

“Islam dapat diterima bangsa Indonesia pun berkat ajarannya dilestarikan dalam tradisi. Muslim Nahdliyin merupakan sosok yang memiliki kepribadian respek budaya, kebudayaannya memiliki kesamaan dengan tradisi muslim Syiah”, paparnya.

Berdasarkan hasil riset Prof. Rosyid, kedua muslim tersebut dalam memahami syariat pun meski ada yang berbeda dinamis sehingga mempu berjalan simetris. Hanya saja pada titik tertentu rentan terpicu konflik karena kepentingan politis dan pragmatis.

Maka, Prof. Rosyid memberikan pendapat bahwa Islam Nusantara sebagai Solusi, mengejawantahkan Islam yang damai, toleran, dan mengakomodir budaya/ kearifan lokal. Paradigma berpikir tawassuth (jalan moderat), tawadzun (harmoni), tasamuh (kelemahlembutan), dan i’tidal (keadilan), serta mewujudkan Islam damai.

“Semoga kita semua semakin dewasa menerima perbedaan. Semakin berbudaya, semakin dewasa pula menerima perbedaan,” pungkas Prof. Rosyid.

Share this Post1: